HASIL QUICK COUNT MENJADI KACAU, KETIKA TOKOH DALAM LEMBAGA SURVEY BERTINDAK SEBAGAI "TIMSES"

HASIL QUICK COUNT MENJADI KACAU, KETIKA TOKOH DALAM LEMBAGA SURVEY BERTINDAK SEBAGAI "TIMSES"

0
Oleh : T.M. Jamil, Assoc. Prof. Dr. Drs. M.Si
Pengamat Politik, USK, Banda Aceh.


TAK DAPAT DIPUNGKIRI Bahwa saat ini Telinga rakyat Indonesia yang tersebar di seluruh penjuru Tanah Air, dari berbagai kota hingga desa terpencil, menjadi sangat akrab dengan sebutan atau istilah quick count atau "sirekap". Karena ini rakyat banyak yang "meu-kap" (baca : rubut dan bertengkar). Rakyat kebanyakan mengenal quick count atau hitungan cepat adalah angka-angka yang di setiap penyelenggaraan pemilu maupun pilkada, pasti ke luar di layar teve, beberapa jam setelah waktu pencoblosan berakhir. 

Partai, calon legislator, calon bupati-wali kota, calon gubernur ataupun calon presiden yang mengumpulkan perolehan suara terbanyak, seperti ‘dipastikan’ bakal ke luar sebagai pemenang, jika prosesnya benar. Begitulah selama ini yang terjadi, dan begitu pula yang rakyat kebanyakan pahami. Namun, Dalam kontestasi pilpres kali ini, terjadi hal yang membuat telinga rakyat meradang dan panas. Pasalnya, quick count dituduh atau tepatnya "diduga" sebagai penebar angka kebohongan.

Para kader dan fungsionaris partai pendukung Paslon 01 dan 03 menolak angka-angka hasil quick count yang dimunculkan secara masif di seluruh stasiun televisi. Angka-angka yang disuguhkan, dianggap sebagai permainan pihak "penguasa" untuk mengkondisikan publik. Untuk apa?

Persiapan agar ketika kelompok "berkuasa" melakukan kecurangan dalam perhitungan nyata di KPU (real count), rakyat percaya tanpa sedikit pun menyisakan ruang protes. Apa ya atau mungkin? Menurut kubu yang merasa dicurangi, sangat bisa dilakukan dengan memanipulasi data dari formulir C-1. Formulir C-1 ini merupakan hasil pencatatan suara dari setiap bilik TPS yang tersebar di seluruh pelosok Tanah Air.

Pihak pendukung Paslon 01 dan 03, bersikeras menyatakan memiliki hasil rekap formulir C-1 dari setiap TPS yang ratusan ribu jumlahnya tersebar seantero jagad Nusantara. Bahkan ditegaskan, milik mereka sangat lengkap dan akurat. Sehingga dengan tegas pula mereka menyatakan bahwa hasil quick count, tidak mencerminkan realitas suara yang sesungguhnya. Secara signifikan angka rekap mereka memberi kemenangan bagi Paslon lain. Akibatnya lahirlah suasana yang sedikit menegangkan.

Buntutnya, ramai dibicarakan dan diperdebatkan pertarungan antara quick count vs real count. Padahal, memperhadapkan quick count dengan real count, bukanlah sesuatu yang bisa digolongkan sebagai rujukan yang memenuhi kriteria apple to apple. Keduanya, walau mungkin tergolong dari ‘ras’ yang sama, namun keduanya memiliki ‘DNA’ yang berbeda.

Karenanya heboh penyangsian terhadap eksistensi dan kinerja quick count pun, memang menjadi debat yang simpang siur dan banyak orang membingungkan. Percuma ketika sejumlah lembaga pegiat quick count melakukan pembelaan bahwa secara ilmiah-akademis, quick count adalah sebuah metode hitung cepat yang secara ilmiah-akademis telah teruji, di seluruh penjuru dunia. Rasanya tak satu pun ada yang membantah kebenaran akan hal itu. Dari berbagai penolakan hingga usulan ekstrim agar quick count dihapuskan, sejauh yang saya tangkap, bukan an sich penyangsian ditujukan terhadap metodologi dan kinerja quick count. Penolakan dan penyangsian khususnya lebih tertuju pada kinerja lembaga penyelenggara quick count.

Masih lekat dalam benak para pengamat mau pun para aktivis yang mencatat; adanya sejumlah lembaga survei yang dalam kinerjanya selama masa kampanye, diduga keras bertindak pula sebagai tim sukses paslon tertentu. Bahkan seorang tokoh lembaga survei ada yang sangat aktif memposting penilaiannya di berbagai WA Group (WAG); yang kinerjanya mirip seorang jurkam paslon tertentu. Sebagai contoh, ada sedikit saja serangan ‘peluru politik’ ditembakkan dari kubu Paslon 01 dan 03 menyerang Paslon 02, tanpa menunggu lama, langsung sang tokoh lembaga survei ini melakukan pembelaan dan bahkan serangan balik terhadap kubu Paslon yang dianggap menyerang. Sehingga kesan yang bisa ditangkap bahwa sang tokoh lembaga survei ini sebagai bagian dari tim sukses paslon tertentu, sangat kental melekat pada dirinya. Banyak fakta yang bisa dibuktikan.

Hal yang dianggap mencederai etika profesi dengan perilaku ‘vulgar dan brutal’ inilah yang mungkin lebih membuat berkembangnya sikap penyangsian dan penolakan atau meragukan terhadap angka-angka hasil quick count-nya lembaga survei yang disangsikan netralitasnya. Dengan mengikuti runtun dari paparan ini, deklarasi kemenangan oleh kubu Paslon 02 yang disusul dengan deklarasi Prabowo presiden defacto (pilihan rakyat) oleh Prabowo pribadi, harus dimaknai sebagai murni manuver politik. Tujuannya untuk menghentikan publik memberikan legitimasi penuh kepada Paslon 01 dan 03 final sebagai juara (versi quick count). Marilah kita bersabar dengan penuh kewasapaan, tanpa berniat atau bermaksud untuk menyalahkan siapapun dalam proses yang sedang berlangsung dan akan terjadi. Mungkin dengan cara dan sikap inilah yang terbaik bagi sebuah bangsa yang bermartabat.

Sementara dari hasil kinerja timnya lewat daftar C-1 yang konon sedang dan telah mereka rekap, hasilnya mengeluarkan hitungan angka yang memberi kemenangan sekitar 54,34 persen kepada kubu atau paslon lain. Kontan yang merasa menang pun tanpa ragu mengeluarkan pernyataan politik yang begitu keras dan menggetarkan jagad perpolitikan nasional. Situasi panas sedikit mereda ketika pihak 01 dan 03 yang diwakili Mas Anies dan Ganjar turut menyuarakan agar rakyat bersabar menunggu hasil real count dari KPU. Dengan demikian kubu Paslon lain berhasil menunda pesta rakyat Indonesia untuk merayakan kemenangan dari salah satu kubu. Dengan demikian, setiap tindakan dari salah satu kubu yang tetap memanas-manasi rakyat lewat ajakan melakukan People Power dan sejenisnya, menjadi layak untuk dikategorikan sebagai provokator atau dengan bahasa yang lebih harus kita menyebutnya hasutan. Apalagi memang dengan sengaja melakukan upaya mengacaukan dan menyulut amarah massa untuk menciptakan hal yang tak kita inginkan. Semoga saja kita semakin cerdas dan dewasa dalam berpolitik untuk berdemokrasi. 

Perbuatan seperti ajakan untuk melawan tanpa kearifan, sah untuk dikategorikan sebagai tindakan melawan hukum yang harus ditindak tegas. Dalam melakukan penghitungan suara secara manual (real count) dikabarkan pihak KPU telah melibatkan Bawaslu, pihak atau lembaga terkait, berikut para stakeholder, untuk duduk bersama mengamati dan mengawasi jalannya penghitungan suara. Bahkan KPU melakukan penayangan langsung dari setiap hasil rekap perolehan suara berdasar masukan formulir C-1 yang bisa diakses publik dan dikoreksi langsung oleh para saksi yang mengamati di ruang khusus KPU. Dengan demikian jumlah suara masuk, perolehan suara Paslon 01-02 dan 03 bisa dihitung. Juga Pie Chart yang mnyodorkan angka perhitungan bisa dicocokan sesuai dan tidaknya dengan hasil perhitungan. 

Sehingga dengan cara yang demikian itu, bila kelak pada 28 Maret 2024 keluar hasil rekap yang ternyata tak jauh berbeda dengan angka yang disodorkan oleh quick count, kubu Paslon 02 tidak mempunyai alasan lagi untuk tidak menerimanya. Begitu juga sebaliknya, paslon 01 dan 03 pun harus santun untuk menerimanya. Kalaupun masih ada yang tidak memuaskan para pihak yang bertarung (kontestan), Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan lembaga penentu final yang bersifat tetap, mutlak-einmalig. Dalam hal hitungan nyata, manual-real count versi KPU memunculkan angka yang sama dengan angka yang disodorkan oleh quick count, panasnya atmosfer politik diprediksi cenderung akan lebih cepat mereda, jika semua kita turut bersabar.

Pihak aparat keamanan lebih berkepastian untuk melakukan tindakan menghentikan segala bentuk pengerahan massa yang bertujuan menebar keresahan dan meningkat pada kerusuhan. Yang perlu dengan serius dipikirkan, diantisipasi, dan didesain matang-matang, ketika hasil rekap hitungan akhir KPU menyuguhkan angka yang terbalik dari angka perolehan suara versi quick count. Bila hal ini terjadi, semua pemain dan para elite politik, harus menepati janji sesuainya kata dengan perbuatan; lega dan ikhlas menerima apa pun hasil yang diumum kan KPU pada 28 Maret nanti.

AKHIRNYA, Sebagai catatan penting dan wajib dicamkan oleh para pemimpin di tiga kubu paslon adalah; Satu Kesepakatan Untuk Tidak Mengorbankan Rakyat. Menjaga rakyat tetap bersatu harus menjadi komitmen tertinggi yang harus dipegang oleh kita semua. Mudah-mudahan saja situasi yang meresahkan segera berlalu. Sekali pun Badai permasalahan bangsa ini, belum sepenuhnya berlalu. Tapi tetap saja keyakinan harus kita tanamkan dalam hati kita masing-masimg bahwa, Badai Itu Pasti Berlalu. In Sya Allah, Aamiin3x, Yaa Rabbal Alamin.

Bumi Sultan Iskandar Muda, 04 Maret 2024

Posting Komentar

0Komentar

Please Select Embedded Mode To show the Comment System.*